BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata dakwah merupakan suatu kata
yang familiar seluruh bagi umat islam di seluruh belahan dunia. Muhammad
Al-Bahiy menyatakan bahwa dakwah berarti mengubah suatu situasi ke situsasi
yang lebih baik sesuai ajaran Islam. Setiap muslim (termasuk para pendidik,
pelajar, masyarakat, pejabat dll) wajib untuk berdakwah (mengajak manusia
kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan) sesuai denangan level dan
kapasitasnya (kemampuannya) masing-masing. Perhatikan firman Allah SWT :
“ Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (Qs. 3:110)
“ Dan janganlah sekali-kali mereka
dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu
diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhan-mu, dan
janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan.” (Qs.
29:87)
Maraknya tindak kemungkaran
belakangan ini membuat hati umat muslim geram, seperti perzinaan, pencurian,
perampokan dll. Sebagi seorang muslim, kita wajib mengubah kemungkaran tersebut
dengan tangan kita, jika tidak mampu dengan lisan. Negara Indonesia adalah
negara hukum sehingga kita tidak bisa begitu saja mengubah kemungkaran tersebut
seenaknya sendiri sehingga dapat mencelakakan hidup kita sendiri, maka di saat
seperti itu kita mengubah kemungkaran itu dengan hati yaitu do’a. Seperti sabda
Nabi SAW :
“ Barang siapa di antara kamu
melihat suatu kemungkaran maka ubahlah kemungkaran itu dengan tanggannya, jika
tidak mampu dengan lisannya, dan jika tidak mampu dengan hatinya. Dan yang
demikian itu selemah-lemahnnya iman.” (HR. Muslim)
“ Sesungguhnya manusia itu jika
melihat kemungkaran dan tidak mengubahnya maka Allah akan menimpakan azab
kepada mereka secara merata.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ahmad)
Faktor kewajiban berdakwah di atas dan kemerosotan keshalehan
sosial yang terjadi di keluarga, kampus, dan masyarakat yang melatarbelakangi
penulis untuk menyusun makalah ini. Penulis mencoba memberikan gambaran cara
berdakwah di keluarga, kampus, dan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dakwah ?
2.
Bagimana berdakwaah di keluarga,
kampus, dan masyarakat?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pengertian dakwah
2.
Untuk mengetahui strategi berdakwah
di keluarga, kampus, dan masyarakat.
1.4
Metode
Dalam pembuatan makalah ilmiah ini, kami menggunakan metode daftar pustaka,
yaitu metode dengan mengumpulkan data dengan mencari data tersebut di buku-buku
maupun internet.
1.5 Manfaat
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara implementatif, sebagai berikut :
a.
Secara teoritis
Hasil makalah ini
diharapkan dapat berguna dalam memberikan pengetahuan bagi pembaca khususnya
dalam hal dakwah.
b.
Secara Implementatif
Melalui pembuatan
makalah ini diharapkan dapat mengurangi kemerosotan akhlak dan meningkatkan
keshalehan sosial.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Dakwah
Dakwah secara
bahasa berasal dari bahasa arab yaitu da’a-yad’u-da’watan, yang berarti
memanggil, mengundang (al-Munawwir 2012). Dakwah didefinikan oleh al-Qur’an
3:110 yaitu menyuruh kepada yang makruf , dan mencegah dari yang mungkar.
Syaikh Abdul Aziz bin adbillah al-Rajihi mengatakan kata makruf menurut
bahasa kembali pada umumnya atas perkara yang manusia mengenal, mengetahui
perkara tersebut dan mereka tidak mengingkarinya. Munkar menurut bahasa
juga kembali pada umumnya dimana manusia tidak mengetahui, mengingkari dan
mendustakannya.
Adapun Syaikh
Abdul Aziz bin adbillah al-Rajihi mengatakan makruf menurut syara’
adalah setiap perkara yang syara’ menganggapnya bagus, memerintahkannya,
memujianya dan memuji ahlinya (orang yang melakukannya). Termasuk di dalamnya
semua perkara-perkara ta’at seperti mengesakan Allah azza wa jalla, dan
mengimaninya. Munkar adalah semua perkara yang syara’ mengingkarinya,
mencegahnya, mencelanya, dan mencela ahlinya. Perkara itu masuk di dalam semua
perkara ma’siyat dan bid’ah. Termasuk di dalamya menyekutukan Allah, dan
mengingkari keesaan, ketuhanan, nama-nama, dan sifat-sifart-Nya.
Menurut
Sulaiman bin Abdurrohman al-Haqili makruf yaitu sesuatu yang berkumpul
terhadap semua perkara yang bagus, seperti ta’at kepada Allah, taqarrub
(mendekatkan) kepada-Nya, berbuat baik kepada manusia dan semua perkara yang
syaria’at men-sunnahkannya. Munkar itu kebalikan makruf, yaitu perkara yang
syara’ menganggapnya buruk,
mengharamkannya, dan memakruhkannya. Amar makruf dan nahy munkar itu penting, karena itu merupakan jihad yang
diwajibkan atas setiap muslim. Jihad adalah asal yang penting dari asal
tegaknya islam dan tidak akan ada syari’at Islam kecuali berjihad.
2.2 Berdakwah di keluarga
“Semut di seberang lautan terlihat, gajah
dipelupuk mata tidak terlihat,” mungkin benar juga peribahasa
Indonesia yang satu ini. Kita seringkali lupa, bahwa ada yang dekat yang
terlupakan. Kita seringkali lupa, bahwa berdakwah yang pertama adalah kepada keluarga
dan kerabat. Allah berfirman :
ياأيهاالذين أمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجرة عليها
ملئكة غلاظ شداد لايعصون الله ما امرهم ويفعلون ما يؤمرون (ألتحريم : 6)
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang besar,
yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperinta-Nya kepada
mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS At-Tahrim: 6)
Ayat di atas merupakan suatu landasan, sehingga kita harus berdakwah di
dalam keluarga supaya terhindar dari api neraka, seperti yang dijanjikan Allah
di atas.
Sasaran
Dakwah di Keluarga
Mengembalikan
keluarga kepangkuan Islam
Kondisi keluarga yang islami mempengaruhi ketenangan da’i yang
tentunya juga berpengaruh terhadap langkah-langkah dakwah yang dijalankannya. Peran
dan dukungan keluarga sangat penting dan berarti. Hal itu bisa kita me-review
sejarah, ketika peristiwa hijrah, bagaimana peran keluarga Abu Bakar yang sangat
penting. Mulai dari Abu Bakar sendiri, putranya Abdullah, putrinya Asma’, dan
‘Aisyah serta pembantunya Amir. Bagi masyarakat awam
,cerminan keberhasilan kecil yang dilihat dari seorang da’i yaitu bagaimana
keadaan kelurganya damai atau justru kacau. Ketika situsasi keluarganya kacau
masyarakat akan mengatakan, “uruslah keluarganmu, tak usah mengurusi orang
lain!”.
Menjadi
kekuatan pendukung
Keluarga harus menjadi peran pendukung sang da’i untuk berislam
secara benar. Kalaupun tidak mengikuti jejak sang da’i minimal tidak
menghalangi langkahnya. Seperti sikap Abu Thalib terhadap dakwah Nabi SAW. Di
sana Beliau melindungi dan mendukung dakwah Nabi SAW.
Strategi
Dakwah di Keluarga
Memulai
dari diri sendiri
Sudah menjadi rumus paten saat sang da’i yang dulu bertingkah laku
jahiliyyah, kemudian berhijrah dan berdakwah kepada keluarganya maka akan diungkit-ungkit
masa-masa jahiliyyah sang da’i. Tugas da’i tersebut menghilangkan citra negatif
itu dan memberikan penjelasan bahwa perbuatan itu adalah salah besar.
Sang
da’i harus bisa menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) bagi
keluarganya. Ada suatu nasihat dari sahabat Ali bin Abi Thalib ra. yang cukup
bermanfaat, “Siapa yang telah mencetuskan dirinya untuk menjadi ikutan dan
panduan masyarakat, hendaklah memulai mendidik diri terlebih dahulu sebelum
mendidik orang lain dan kalau membina hendaklah terlebih dahulu dengan teladan
sebelum ucapan. Membina diri jauh lebih perlu daripada membina orang lain.”
Menjalin Kedekatan
Kedekatan
menjadi salah satu faktor yang penting dalam berdakwah di keluarga. Sang da’i
harus sering menjalin kemunikasi lewat telepon, sms, bbm, hadiah dan sebaginya. Tak jarang seorang da’i ketika
sibuk dengan urusannya dia lupa menjalin silarurrahmi kepada keluarga dan hanya
berupa hubungan uang saja.
Memahami
kondisi Keluarga
Sebagai
da’i harus mampu memahami karakter kelurganya, lebih-lebih karakter
individunya, sehingga itu menjadi sarana yang tepat untuk berdakwah. Misalnya,
jika keluarga tidak suka membaca maka jangan diberi majalah, kitab, buku dan
sebaginya yang berbau tulisan. Jika keluarga menyukai jalan-jalan misalnya
bolehlah sang da’i mengajak jalan-jalan keluarganya, ditengah-tengah perjalanan
sang da’i bisa memberikan tausiyahnya. Intinya sang da’i membuat keluarganya
senyaman mungkin sehingga dia bisa menyampaikan tausiyahnya dengan nyaman dan
mudah diterima.
Sabar
Kesabaran
adalah sifat mutlak yang harus dimiliki sang da’i karena berdakwah itu tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Selama dakwah itu pasti akan menemukan
bayak rintangan, ketika sang da’i menemukan suatu masalah dalam berdakwah
jangan malah berputus asa dan tidak mau berdakwah lagi itu bukan sikap seorang
da’i. Seorang da’i harus menghayati betu-betul sifat sabar itu, karena tugas
sang da’i hanyalah menyampaikan apa yang harus disampikan. Hidayah itu hak
prerogatif Allah SWT.
Tak jarang seorang da’i bisa
bersikap sabar, lembut dan telaten dalam menghadapi orang lain, tetapi ketika
berhadapan dengan keluarganya sendiri, bersikap keras, tergesa-gesa dan
dikotori oleh rasa emosi. Ibnu Khaldun mengatakan, “Orang yang dididik dengan
kekerasan dan kekejaman akan tumbuh menjadi orang yang kejam, sempit hati,
tidak kreatif, mudah jemu, mudah bohong karena takut akan mendapat
hukuman fisik, cenderung terbiasa menipu…”
Evaluasi
Setiap
perkara apapun membutuhkan evaluasi untuk mengetahui kesalahan dan menjadi yang
lebih baik. Begitu juga sang da’i harus selalu mengevalusi cara dakwahnya. Mungkin menurut da’i itu bagus
tapi menurut orang yang didakwahi tidak baik itu juga harus diperhatikan. Do’a
adalah faktor yang sangat vital, oleh karenanya sang da’i harus senantiasa
mendo’akan kelurganya supaya mendapat hidayah dari Allah SWT.
2.3 Berdakwah di kampus
Kampus merupakan ladang dakwah yang
cakupannya lumayan luas. Lewat kampus dapat mencetak kader dan meluluskan
pemimpin di masayarakat dalam segala bidang. Pentingnya berdakwah di kampus
adalalah masalah regenarasi nilai dan pengalaman demi keberlangsungan dakwah.
Keistemawaan kampus dari pada ladang dakwa lainnya yaitu rumah ilmu dan gudang
penelitian ilmiah sebagai modal untuk membangun paradaban Islam di masa
mendatang dengan berlandaskan agama Islam.
Proses
Pelaksanaan Dakwah Kampus
Planning/Perencanaan
Perencanaan
sangat dibutuhkan dalam berdakwah karena itu merupakan acuan yang harus
dicapai. Oleh karena itu, perencanaan perlu digarap serius dan semaksial
mungkin untuk memperoleh hasil yang memusaskan. Untuk membuat perencaan, kita
juga harus tahu kapasitas keilmuwan kita, dan kapasitas mahasiswa karena
sasaran kita kampus. Penyiapan materi dakwah juga harus berdasarkan hujjah
(dalil) yang jelas.
Strategi/metode
Strategi
dakwah yang akan diterapkan harus tepat. Sang da’i harus mampu menganalisa
karakter dari sasaran dakwah (mahasiswa) sehingga sang da’i mampu menggunakan
strategi dakwah yang cocok untuk sasaran dakwahnya. Contoh strategi dakwah yang
dapat diterapkan di kampus adalah mengadakan acara-acara seperti, maulid Nabi
Muhmmad, tabligh akbar, festival rebana dan lain sebagainya. Acara tersebut
harus mampu didesian sedemikian rupa sehingga mahasiswa tercuri hatinya untuk
menghadir acara tersebut.
Jalannya dakwah
Jalanya
dakwah harus diperhatikan betul-betul oleh sang da’i. Dakwah dikondisikan
supaya jam’ah itu merasa nyaman, khusu’ dan dapat menerima materi dari sang
da’i. Tidak jarang sang da’i mengabaikan kenyamanan jama’ah, akhirnya yang
semula jama’ah bersemangat mengikuti kajian misalnya menjadi lesu, tak
bersemangat karena kondisi yang tidak nyaman tersebut. Faktor-faktor yang
mendukung kenyamanan dan kehusyuan dakwah harus benar-benar diperhatikan dan
dilaksanakan demi berlangsungya dakwah yang kondusif.
Evaluasi
Untuk
kemajuan dakwah, evaluasi dibutuhkan sebagi koreksi dari pelaksanaan dakwah.
Evaluasi membantu mengetahui keberhasilan dari suatu dakwah yang dapat dilihat
secara obyektif, cermat dan teliti yaitu dengan menetapkan parameter-parameter
tingkat keberhasilan dakwah. Evaluasi dapat digunakan sebagai pelajaran untuk
menjalankan dakwah selanjutnya.
2.4 Berdakwah di masyarakat
Belajar dari sejarah penyiaran Islam
di nusantara, para muballighin menyampaikan Islam dengan penuh
keramahan, kedamaian, dan kebijaksanaan. Metode dakwah tersebut sangat berbeda
dibandingkan dengan penyiaran di kawasan-kawasan lain, seperti Timur Tengah,
Afrika, Eropa, dan lain sebagainya, yang diwarnai dengan kekerasan, peperangan
yang silih berganti dan berkepanjangan. Kedamaian ini yang menyebabkan Islam di
Indonesia berkembang pesat dan dapat diterima dengan sukarela oleh penduduk
Indonesia, dengan ini Islam menemukan wajahnya kembali sebagai agama Rahmatan
lil’alamin, sebagaimana firman Allah SWT :
وما أرسلناك إلأرحمة للعالمين (الأنبياء :
107)
“ Sungguh, kami tidak mengutus kamu
(Muhammad), kecuali sebagai rahmat (cinta kasih) bagi seluruh alam.” (Qs.
Al-Anbiya’ 107)
Para
da’i memainkan peran penting sebagai penyebar agama hingga pengayom masyarakat.
Peran itu yang dimainkan oleh Walisongo (walisembilan) dengan memasukkan
unsur-unsur Islam ke dalam budaya lokal untuk menarik simapati dari masyarakat,
seperti spirit dalam upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat. Sehingga
Islam kemudian bercampur dengan kebiasaan dan adat-istiadat secara
substansional. Tak bisa dipungkiri, cara inilah yang memudahkan Islam mampu
menembus di segala dimensi masyarkat. Dalam sejarah, memang da’i pada awalnya
menjadi cultural broker (makelar budaya). Bahkan berdasarkan penelitian di
Garut, Hiroko Horikoshi memberi penegasan bahwa peran kiyai sekaligus sebagai
da’i tidak sekadar sebagai makelar budaya, tetapi sebagai kekuatan perantara
(intermediary forces), sekaligus sebagai agen yang mampu menyeleksi dan
mengarahkan nilai-nilai budaya yang akan memberdayakan masyarakat.
Dakwah Transformatif
Dakwah
yang harus dimainkan oleh para muballighin adalah dakwah transformatif, yaitu
dakwah yang tidak hanya mengandalkan verbal tetapi juga menerapkan pesan-pesan
kegamaan ke dalam kehidupan riil di masyarakat dengan cara melakukan pendampingan
secara langsung. Dengan dakwah transformatif diharapkan da’i memiliki peran
ganda, yakni melakukan aktivitas penyebaran keagamaan dan melakukan
pendampingan masyarakat untuk isu-isu yang sedang buming, seperti
korupsi, lingkungan hidup, penggusuran, hak-hak perempuan, konflik antar agama,
dan problem kemanusiaan lainnya.
Visi Dakwah
Transformatif
Visi
dakwah transformatif berdasarkan dua prinsip. Pertama, prinsip nahyu
‘anil munkar (mencegah kemungkaran). Prinsip ini menegaskan bahwa Islam
membenci segala bentuk tindak kemungkaran, seperti aspek ekonomi, sosial, dan
agama. Kedua, prinsip amar bil ma’ruf (memerintah pada
kebajikan). Prinsip ini berawal dari keyakinan bahwa setiap manusia dilahirkan
dalam fokus sosial yang sederajat. Dalam basis ini, peran da’i adalah sebagai
agamawan yang organik, lebih menganjurkan peran dan fungsi kaum beragama yang
tidak terlena dengan keshalehan pribadi tetapi juga keshalehan sosial.
Metodologi
Dakwah Transformatif
Dakwah
transformatif dilakukan dengan dua metode, yaitu metode refleksi dan metode
aksi. Metode refleksi merupakan arena pengkayaan ide, gagasan dan pemikiran
tentang kegamaan transformatif. Setiap problematik yang terjadi di masyarakat
direflesikan sebagai basis konseptul supaya da’i tidak kehilangan arah.
Bukankah konflik yang terjadi antaragama ataupun seagama tidak disebabkan
persoalan agama saja. Maka pertanyaan refleksinya: Apakah yang menjadi akar
masalah terjadinya konflik? Adakah faktor lain selain agama terjadinya konfik?
Siapa saja yang terlibat?. Karena itulah da’i harus tahu apa yang dibutuhkan
oleh masyarakat serta menggali potensi masyarakat dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
Metode
aksi merupaka gelanggang eksperimentasi untuk melakukan perubahan di masyarakat secara konkrit. Dengan metode ini,
da’i harus mampu mendampingi dan mengorganisir masyarakat untuk menyeleaikan
problem-problem sosial , terutama kelompok yang termarginalkan oleh kebijakan
negara.
Indikator
Dakwah Transformatif
Dakwah
transformatif belum bisa dikatakan transforatif jika tidak memenuhi sekitar
lima indikator. Pertama, aspek materi dakwah; ada perubahan yang berarti
para da’i mulai memperkuat materi dakwah mengenai isu-isu sosial, seperti
korupsi dan penindasan. Kedua, aspek metodologi terjadi perubahan; dari
monolog ke dialog. Dengan berdakwah secara dialog langsung dengan masyarakat
sehingga da’i dapat langsung mencarikan solusi dengan kemampuan yang dimilinya.
Ketiga, menggunakan istitusi yang bisa diajak untuk aksi. Para da’i
seharusnya menggunakan institusi sebagai basis gerakan agar apa yang dilakukan
mendapat dukungan yang lebih kuat. Keempat, ada wujud keberpihakan
terhadap kaum mustad’afin. Para da’i terketuk hatinya untuk melakukan usaha-usaha
sosial untuk kepentingan kaum tertindas di daerahnya, semisal kasus penggusuran
tanah, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya. Kelima, para da’i
melakukan advokasi dan pengorganisasian masyarakat terhadap suatu kasus yang
terjadi di daerahnya agar nasib para petani, nelayan,buruh dan kaum tertindas
didampingi.
Melalui
dakwah transformatif Insyaallah akan mengubah dari keshalehan individu menjadi
keshalehan sosial. Dari sekian banyak orang, saat dia di dalam masjid menjadi
seorang yang shaleh, namun saat di luar masjid keshalehan tersebut hilang.
Itulah yang menjadi tantangan para da’i masa kini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dakwah
mengandung arti memanggil atau mengajak manusia untuk melaksanakan
perintah-perintah Allah dan mencegah larangan-larangan Allah. Hukum dakwah itu
sendiri adalah wajib bagi setiap muslim sesuai kadar kemampuannya
masing-masing. Strategi-strategi yang jitu harus dipersiapkan sang da’i untuk
melaksanakan dakwah terutama di dalam keluarga, kampus dan masyarakat
3.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah :
1.
Dakwah hukumnya adalah wajib, mari
sebagai muslim dan musilimah kita bersama-sama berdakwah dimulai dari sendiri,
keluarga, dan lingkungan.
2.
Berdakwah itu menjalankan perintah
Allah dan berdakwah itu memudahkan jalan Allah. Barangsiapa memudahkan jalan
Allah, maka Allah akan memudahkan jalannya di dunia maupun akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul aziz bin abdullah al-rajihy. Al-qaul Al-bayyinu Al-adzhar
fi da’watillah wal amru bil makruf wan nahyu ‘anil munkar: Maktabah
Syamilah.
Al-Quran Al-karim dan terjemahannya, Depag RI.
[anonim]. 2013.
Dakwah Keluarga (terhubung berkala). http://sabilurosyad. wordpress.com/2013/01/02/dakwah-keluarga/(25
Desember 2013).
Hafidz AC, Wafa AS, Sjadzili AF, Afiza, Karama CY, Darmawati,
Husen, Bashari HU, Masturoh I,
Mushoffa I et all. 2006. Dakwah Transformatif. Jakarta (ID) : PP
LAKPESDAM NU.
Hidayatullah FS. 2011. Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi
Umum. Bogor (ID) : IPB Press.
Munawir AW. 2012. Kamus Bahasa Arab-Indonesia.
Muzadi AM. 2006. Mengenal Nahdhlotul Ulama’. Surabaya (ID) :
Khalista.
[PP
Lakpesdam NU]. 2005. Modul Pendidikan Dakwah Transformatif. Jakarta
(ID): PP LAKPESDAM NU.
Sulaiman bin abdurrohman al-haqili. Al-amru bil makruf wan nahyu
‘anil munkar fi dhluillah: Maktabah Syamilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar