Minggu, 09 Februari 2014

Dakwah di Keluarga, Masyarakat, dan Kampus



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kata dakwah merupakan suatu kata yang familiar seluruh bagi umat islam di seluruh belahan dunia. Muhammad Al-Bahiy menyatakan bahwa dakwah berarti mengubah suatu situasi ke situsasi yang lebih baik sesuai ajaran Islam. Setiap muslim (termasuk para pendidik, pelajar, masyarakat, pejabat dll) wajib untuk berdakwah (mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan) sesuai denangan level dan kapasitasnya (kemampuannya) masing-masing. Perhatikan firman Allah SWT :
“ Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. 3:110)
“ Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhan-mu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan.” (Qs. 29:87)
Maraknya tindak kemungkaran belakangan ini membuat hati umat muslim geram, seperti perzinaan, pencurian, perampokan dll. Sebagi seorang muslim, kita wajib mengubah kemungkaran tersebut dengan tangan kita, jika tidak mampu dengan lisan. Negara Indonesia adalah negara hukum sehingga kita tidak bisa begitu saja mengubah kemungkaran tersebut seenaknya sendiri sehingga dapat mencelakakan hidup kita sendiri, maka di saat seperti itu kita mengubah kemungkaran itu dengan hati yaitu do’a. Seperti sabda Nabi SAW :
“ Barang siapa di antara kamu melihat suatu kemungkaran maka ubahlah kemungkaran itu dengan tanggannya, jika tidak mampu dengan lisannya, dan jika tidak mampu dengan hatinya. Dan yang demikian itu selemah-lemahnnya iman.” (HR. Muslim)
“ Sesungguhnya manusia itu jika melihat kemungkaran dan tidak mengubahnya maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka secara merata.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ahmad)
Faktor kewajiban  berdakwah di atas dan kemerosotan keshalehan sosial yang terjadi di keluarga, kampus, dan masyarakat yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah ini. Penulis mencoba memberikan gambaran cara berdakwah di keluarga, kampus, dan masyarakat.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dakwah ?
2.      Bagimana berdakwaah di keluarga, kampus, dan masyarakat?
1.3  Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian dakwah
2.      Untuk mengetahui strategi berdakwah di keluarga, kampus, dan masyarakat.
1.4  Metode
Dalam pembuatan makalah ilmiah ini, kami menggunakan metode daftar pustaka, yaitu metode dengan mengumpulkan data dengan mencari data tersebut di buku-buku maupun internet.
1.5  Manfaat
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara implementatif, sebagai berikut :
a.       Secara teoritis
Hasil makalah ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan pengetahuan bagi pembaca khususnya dalam hal dakwah.
b.      Secara Implementatif
Melalui pembuatan makalah ini diharapkan dapat mengurangi kemerosotan akhlak dan meningkatkan keshalehan sosial.
 
     BAB II
ISI
2.1  Pengertian Dakwah
Dakwah secara bahasa berasal dari bahasa arab yaitu da’a-yad’u-da’watan, yang berarti memanggil, mengundang (al-Munawwir 2012). Dakwah didefinikan oleh al-Qur’an 3:110 yaitu menyuruh kepada yang makruf , dan mencegah dari yang mungkar. Syaikh Abdul Aziz bin adbillah al-Rajihi mengatakan kata makruf menurut bahasa kembali pada umumnya atas perkara yang manusia mengenal, mengetahui perkara tersebut dan mereka tidak mengingkarinya. Munkar menurut bahasa juga kembali pada umumnya dimana manusia tidak mengetahui, mengingkari dan mendustakannya.
Adapun Syaikh Abdul Aziz bin adbillah al-Rajihi mengatakan makruf menurut syara’ adalah setiap perkara yang syara’ menganggapnya bagus, memerintahkannya, memujianya dan memuji ahlinya (orang yang melakukannya). Termasuk di dalamnya semua perkara-perkara ta’at seperti mengesakan Allah azza wa jalla, dan mengimaninya. Munkar adalah semua perkara yang syara’ mengingkarinya, mencegahnya, mencelanya, dan mencela ahlinya. Perkara itu masuk di dalam semua perkara ma’siyat dan bid’ah. Termasuk di dalamya menyekutukan Allah, dan mengingkari keesaan, ketuhanan, nama-nama, dan sifat-sifart-Nya.
Menurut Sulaiman bin Abdurrohman al-Haqili makruf yaitu sesuatu yang berkumpul terhadap semua perkara yang bagus, seperti ta’at kepada Allah, taqarrub (mendekatkan) kepada-Nya, berbuat baik kepada manusia dan semua perkara yang syaria’at men-sunnahkannya. Munkar itu kebalikan makruf, yaitu perkara yang syara’  menganggapnya buruk, mengharamkannya, dan memakruhkannya. Amar makruf dan nahy munkar  itu penting, karena itu merupakan jihad yang diwajibkan atas setiap muslim. Jihad adalah asal yang penting dari asal tegaknya islam dan tidak akan ada syari’at Islam kecuali berjihad.
2.2  Berdakwah di keluarga
 “Semut di seberang lautan terlihat, gajah dipelupuk mata tidak terlihat,” mungkin benar juga peribahasa Indonesia yang satu ini. Kita seringkali lupa, bahwa ada yang dekat yang terlupakan. Kita seringkali lupa, bahwa berdakwah yang pertama adalah kepada keluarga dan kerabat. Allah  berfirman :
ياأيهاالذين أمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجرة عليها ملئكة غلاظ شداد لايعصون الله ما امرهم ويفعلون ما يؤمرون (ألتحريم : 6) 
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang besar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperinta-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS At-Tahrim: 6)
Ayat di atas merupakan suatu landasan, sehingga kita harus berdakwah di dalam keluarga supaya terhindar dari api neraka, seperti yang dijanjikan Allah di atas.
         
Sasaran Dakwah di Keluarga
Mengembalikan keluarga kepangkuan Islam
Kondisi keluarga yang islami mempengaruhi ketenangan da’i yang tentunya juga berpengaruh terhadap langkah-langkah dakwah yang dijalankannya. Peran dan dukungan keluarga sangat penting dan berarti. Hal itu bisa kita me-review sejarah, ketika peristiwa hijrah, bagaimana peran keluarga Abu Bakar yang sangat penting. Mulai dari Abu Bakar sendiri, putranya Abdullah, putrinya Asma’, dan ‘Aisyah serta pembantunya Amir. Bagi  masyarakat awam ,cerminan keberhasilan kecil yang dilihat dari seorang da’i yaitu bagaimana keadaan kelurganya damai atau justru kacau. Ketika situsasi keluarganya kacau masyarakat akan mengatakan, “uruslah keluarganmu, tak usah mengurusi orang lain!”.
Menjadi kekuatan pendukung
Keluarga harus menjadi peran pendukung sang da’i untuk berislam secara benar. Kalaupun tidak mengikuti jejak sang da’i minimal tidak menghalangi langkahnya. Seperti sikap Abu Thalib terhadap dakwah Nabi SAW. Di sana Beliau melindungi dan mendukung dakwah Nabi SAW.
Strategi Dakwah di Keluarga
Memulai dari diri sendiri
Sudah menjadi rumus paten saat sang da’i yang dulu bertingkah laku jahiliyyah, kemudian berhijrah dan berdakwah kepada keluarganya maka akan diungkit-ungkit masa-masa jahiliyyah sang da’i. Tugas da’i tersebut menghilangkan citra negatif itu dan memberikan penjelasan bahwa perbuatan itu adalah salah besar.
Sang da’i harus bisa menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) bagi keluarganya. Ada suatu nasihat dari sahabat Ali bin Abi Thalib ra. yang cukup bermanfaat, “Siapa yang telah mencetuskan dirinya untuk menjadi ikutan dan panduan masyarakat, hendaklah memulai mendidik diri terlebih dahulu sebelum mendidik orang lain dan kalau membina hendaklah terlebih dahulu dengan teladan sebelum ucapan. Membina diri jauh lebih perlu daripada membina orang lain.”
Menjalin Kedekatan
Kedekatan menjadi salah satu faktor yang penting dalam berdakwah di keluarga. Sang da’i harus sering menjalin kemunikasi lewat telepon, sms, bbm, hadiah  dan sebaginya. Tak jarang seorang da’i ketika sibuk dengan urusannya dia lupa menjalin silarurrahmi kepada keluarga dan hanya berupa hubungan uang saja.
Memahami kondisi Keluarga
Sebagai da’i harus mampu memahami karakter kelurganya, lebih-lebih karakter individunya, sehingga itu menjadi sarana yang tepat untuk berdakwah. Misalnya, jika keluarga tidak suka membaca maka jangan diberi majalah, kitab, buku dan sebaginya yang berbau tulisan. Jika keluarga menyukai jalan-jalan misalnya bolehlah sang da’i mengajak jalan-jalan keluarganya, ditengah-tengah perjalanan sang da’i bisa memberikan tausiyahnya. Intinya sang da’i membuat keluarganya senyaman mungkin sehingga dia bisa menyampaikan tausiyahnya dengan nyaman dan mudah diterima.
Sabar
Kesabaran adalah sifat mutlak yang harus dimiliki sang da’i karena berdakwah itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selama dakwah itu pasti akan menemukan bayak rintangan, ketika sang da’i menemukan suatu masalah dalam berdakwah jangan malah berputus asa dan tidak mau berdakwah lagi itu bukan sikap seorang da’i. Seorang da’i harus menghayati betu-betul sifat sabar itu, karena tugas sang da’i hanyalah menyampaikan apa yang harus disampikan. Hidayah itu hak prerogatif Allah SWT.
Tak jarang seorang da’i bisa bersikap sabar, lembut dan telaten dalam menghadapi orang lain, tetapi ketika berhadapan dengan keluarganya sendiri, bersikap keras, tergesa-gesa dan dikotori oleh rasa emosi. Ibnu Khaldun mengatakan, “Orang yang dididik dengan kekerasan dan kekejaman akan tumbuh menjadi orang yang kejam, sempit hati, tidak kreatif, mudah jemu,  mudah bohong karena takut akan mendapat hukuman fisik, cenderung terbiasa menipu…”
Evaluasi
Setiap perkara apapun membutuhkan evaluasi untuk mengetahui kesalahan dan menjadi yang lebih baik. Begitu juga sang da’i harus selalu mengevalusi cara  dakwahnya. Mungkin menurut da’i itu bagus tapi menurut orang yang didakwahi tidak baik itu juga harus diperhatikan. Do’a adalah faktor yang sangat vital, oleh karenanya sang da’i harus senantiasa mendo’akan kelurganya supaya mendapat hidayah dari Allah SWT.

2.3  Berdakwah di kampus
Kampus merupakan ladang dakwah yang cakupannya lumayan luas. Lewat kampus dapat mencetak kader dan meluluskan pemimpin di masayarakat dalam segala bidang. Pentingnya berdakwah di kampus adalalah masalah regenarasi nilai dan pengalaman demi keberlangsungan dakwah. Keistemawaan kampus dari pada ladang dakwa lainnya yaitu rumah ilmu dan gudang penelitian ilmiah sebagai modal untuk membangun paradaban Islam di masa mendatang dengan berlandaskan agama Islam.
Proses Pelaksanaan Dakwah Kampus
Planning/Perencanaan
Perencanaan sangat dibutuhkan dalam berdakwah karena itu merupakan acuan yang harus dicapai. Oleh karena itu, perencanaan perlu digarap serius dan semaksial mungkin untuk memperoleh hasil yang memusaskan. Untuk membuat perencaan, kita juga harus tahu kapasitas keilmuwan kita, dan kapasitas mahasiswa karena sasaran kita kampus. Penyiapan materi dakwah juga harus berdasarkan hujjah (dalil) yang jelas.
Strategi/metode
Strategi dakwah yang akan diterapkan harus tepat. Sang da’i harus mampu menganalisa karakter dari sasaran dakwah (mahasiswa) sehingga sang da’i mampu menggunakan strategi dakwah yang cocok untuk sasaran dakwahnya. Contoh strategi dakwah yang dapat diterapkan di kampus adalah mengadakan acara-acara seperti, maulid Nabi Muhmmad, tabligh akbar, festival rebana dan lain sebagainya. Acara tersebut harus mampu didesian sedemikian rupa sehingga mahasiswa tercuri hatinya untuk menghadir acara tersebut.


Jalannya dakwah
Jalanya dakwah harus diperhatikan betul-betul oleh sang da’i. Dakwah dikondisikan supaya jam’ah itu merasa nyaman, khusu’ dan dapat menerima materi dari sang da’i. Tidak jarang sang da’i mengabaikan kenyamanan jama’ah, akhirnya yang semula jama’ah bersemangat mengikuti kajian misalnya menjadi lesu, tak bersemangat karena kondisi yang tidak nyaman tersebut. Faktor-faktor yang mendukung kenyamanan dan kehusyuan dakwah harus benar-benar diperhatikan dan dilaksanakan demi berlangsungya dakwah yang kondusif.
Evaluasi
Untuk kemajuan dakwah, evaluasi dibutuhkan sebagi koreksi dari pelaksanaan dakwah. Evaluasi membantu mengetahui keberhasilan dari suatu dakwah yang dapat dilihat secara obyektif, cermat dan teliti yaitu dengan menetapkan parameter-parameter tingkat keberhasilan dakwah. Evaluasi dapat digunakan sebagai pelajaran untuk menjalankan dakwah selanjutnya.
           
2.4  Berdakwah di masyarakat
Belajar dari sejarah penyiaran Islam di nusantara, para muballighin menyampaikan Islam dengan penuh keramahan, kedamaian, dan kebijaksanaan. Metode dakwah tersebut sangat berbeda dibandingkan dengan penyiaran di kawasan-kawasan lain, seperti Timur Tengah, Afrika, Eropa, dan lain sebagainya, yang diwarnai dengan kekerasan, peperangan yang silih berganti dan berkepanjangan. Kedamaian ini yang menyebabkan Islam di Indonesia berkembang pesat dan dapat diterima dengan sukarela oleh penduduk Indonesia, dengan ini Islam menemukan wajahnya kembali sebagai agama Rahmatan lil’alamin, sebagaimana firman Allah SWT :
وما أرسلناك إلأرحمة للعالمين (الأنبياء : 107)
“ Sungguh, kami tidak mengutus kamu (Muhammad), kecuali sebagai rahmat (cinta kasih) bagi seluruh alam.” (Qs. Al-Anbiya’ 107)
Para da’i memainkan peran penting sebagai penyebar agama hingga pengayom masyarakat. Peran itu yang dimainkan oleh Walisongo (walisembilan) dengan memasukkan unsur-unsur Islam ke dalam budaya lokal untuk menarik simapati dari masyarakat, seperti spirit dalam upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat. Sehingga Islam kemudian bercampur dengan kebiasaan dan adat-istiadat secara substansional. Tak bisa dipungkiri, cara inilah yang memudahkan Islam mampu menembus di segala dimensi masyarkat. Dalam sejarah, memang da’i pada awalnya menjadi cultural broker (makelar budaya). Bahkan berdasarkan penelitian di Garut, Hiroko Horikoshi memberi penegasan bahwa peran kiyai sekaligus sebagai da’i tidak sekadar sebagai makelar budaya, tetapi sebagai kekuatan perantara (intermediary forces), sekaligus sebagai agen yang mampu menyeleksi dan mengarahkan nilai-nilai budaya yang akan memberdayakan masyarakat.
Dakwah Transformatif
Dakwah yang harus dimainkan oleh para muballighin adalah dakwah transformatif, yaitu dakwah yang tidak hanya mengandalkan verbal tetapi juga menerapkan pesan-pesan kegamaan ke dalam kehidupan riil di masyarakat dengan cara melakukan pendampingan secara langsung. Dengan dakwah transformatif diharapkan da’i memiliki peran ganda, yakni melakukan aktivitas penyebaran keagamaan dan melakukan pendampingan masyarakat untuk isu-isu yang sedang buming, seperti korupsi, lingkungan hidup, penggusuran, hak-hak perempuan, konflik antar agama, dan problem kemanusiaan lainnya.
Visi Dakwah Transformatif
Visi dakwah transformatif berdasarkan dua prinsip. Pertama, prinsip nahyu ‘anil munkar (mencegah kemungkaran). Prinsip ini menegaskan bahwa Islam membenci segala bentuk tindak kemungkaran, seperti aspek ekonomi, sosial, dan agama. Kedua, prinsip amar bil ma’ruf (memerintah pada kebajikan). Prinsip ini berawal dari keyakinan bahwa setiap manusia dilahirkan dalam fokus sosial yang sederajat. Dalam basis ini, peran da’i adalah sebagai agamawan yang organik, lebih menganjurkan peran dan fungsi kaum beragama yang tidak terlena dengan keshalehan pribadi tetapi juga keshalehan sosial.
Metodologi Dakwah Transformatif
Dakwah transformatif dilakukan dengan dua metode, yaitu metode refleksi dan metode aksi. Metode refleksi merupakan arena pengkayaan ide, gagasan dan pemikiran tentang kegamaan transformatif. Setiap problematik yang terjadi di masyarakat direflesikan sebagai basis konseptul supaya da’i tidak kehilangan arah. Bukankah konflik yang terjadi antaragama ataupun seagama tidak disebabkan persoalan agama saja. Maka pertanyaan refleksinya: Apakah yang menjadi akar masalah terjadinya konflik? Adakah faktor lain selain agama terjadinya konfik? Siapa saja yang terlibat?. Karena itulah da’i harus tahu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat serta menggali potensi masyarakat dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Metode aksi merupaka gelanggang eksperimentasi untuk melakukan perubahan di  masyarakat secara konkrit. Dengan metode ini, da’i harus mampu mendampingi dan mengorganisir masyarakat untuk menyeleaikan problem-problem sosial , terutama kelompok yang termarginalkan oleh kebijakan negara.
Indikator Dakwah Transformatif
Dakwah transformatif belum bisa dikatakan transforatif jika tidak memenuhi sekitar lima indikator. Pertama, aspek materi dakwah; ada perubahan yang berarti para da’i mulai memperkuat materi dakwah mengenai isu-isu sosial, seperti korupsi dan penindasan. Kedua, aspek metodologi terjadi perubahan; dari monolog ke dialog. Dengan berdakwah secara dialog langsung dengan masyarakat sehingga da’i dapat langsung mencarikan solusi dengan kemampuan yang dimilinya. Ketiga, menggunakan istitusi yang bisa diajak untuk aksi. Para da’i seharusnya menggunakan institusi sebagai basis gerakan agar apa yang dilakukan mendapat dukungan yang lebih kuat. Keempat, ada wujud keberpihakan terhadap kaum mustad’afin. Para da’i terketuk hatinya untuk melakukan usaha-usaha sosial untuk kepentingan kaum tertindas di daerahnya, semisal kasus penggusuran tanah, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya. Kelima, para da’i melakukan advokasi dan pengorganisasian masyarakat terhadap suatu kasus yang terjadi di daerahnya agar nasib para petani, nelayan,buruh dan kaum tertindas didampingi.
Melalui dakwah transformatif Insyaallah akan mengubah dari keshalehan individu menjadi keshalehan sosial. Dari sekian banyak orang, saat dia di dalam masjid menjadi seorang yang shaleh, namun saat di luar masjid keshalehan tersebut hilang. Itulah yang menjadi tantangan para da’i masa kini.


 
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dakwah mengandung arti memanggil atau mengajak manusia untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan mencegah larangan-larangan Allah. Hukum dakwah itu sendiri adalah wajib bagi setiap muslim sesuai kadar kemampuannya masing-masing. Strategi-strategi yang jitu harus dipersiapkan sang da’i untuk melaksanakan dakwah terutama di dalam keluarga, kampus dan masyarakat
3.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah :
1.      Dakwah hukumnya adalah wajib, mari sebagai muslim dan musilimah kita bersama-sama berdakwah dimulai dari sendiri, keluarga, dan lingkungan.
2.      Berdakwah itu menjalankan perintah Allah dan berdakwah itu memudahkan jalan Allah. Barangsiapa memudahkan jalan Allah, maka Allah akan memudahkan jalannya di dunia maupun akhirat.




DAFTAR PUSTAKA
Abdul aziz bin abdullah al-rajihy. Al-qaul Al-bayyinu Al-adzhar fi da’watillah wal amru bil makruf wan nahyu ‘anil munkar: Maktabah Syamilah.
Al-Quran Al-karim dan terjemahannya, Depag RI.
[anonim]. 2013. Dakwah Keluarga (terhubung berkala). http://sabilurosyad. wordpress.com/2013/01/02/dakwah-keluarga/(25 Desember 2013).
Hafidz AC, Wafa AS, Sjadzili AF, Afiza, Karama CY, Darmawati, Husen, Bashari HU, Masturoh I,    Mushoffa I et all. 2006. Dakwah Transformatif. Jakarta (ID) : PP LAKPESDAM NU.
Hidayatullah FS. 2011. Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi Umum. Bogor (ID) : IPB Press.
Munawir AW. 2012. Kamus Bahasa Arab-Indonesia.
Muzadi AM. 2006. Mengenal Nahdhlotul Ulama’. Surabaya (ID) : Khalista.
[PP Lakpesdam NU]. 2005. Modul Pendidikan Dakwah Transformatif. Jakarta (ID): PP LAKPESDAM NU.
Sulaiman bin abdurrohman al-haqili. Al-amru bil makruf wan nahyu ‘anil munkar fi dhluillah: Maktabah Syamilah.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar