Minggu, 09 Maret 2014

STRUKTUR INTERAKSI KELOMPOK ELIT DALAM PEMBANGUNAN



STRUKTUR INTERAKSI KELOMPOK ELIT DALAM PEMBANGUNAN
Penelitian di Tiga Desa Santri
Oleh : Sunyoto Usman
Kelompok elit sangat strategis untuk menjadi agen perubahan terutama dalam menjembatanai kemauan pemerintah dan kepentingan masyarakat. Sosiologi mendifinisakan elit sebagai anggota suatu kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong disegani, dihormati, kaya serta berkuasa. Penelitian ini difokuskan pada struktur interaksi kelompok elit di kalangan masyarakat desa santri yang anggotanya kuat menjalankan syariat Islam yaitu tiga desa santri dalam wilayah Kabupaten Jimbang, Jawa Timur. Analisa dari penelitian tersebut dibatasi tiga macam proyek pembangunan : Supra Insus Padi, Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan bantuan desa. Dengan pendekatan tiga macam pendekatan penelitian ini menemukan 79 elit desa, yang dalam analisa dipilah menjadi tiga kategori 37 pamong desa, 18 pemuka agama, dan 24 petani kaya.
Sejumlah informasi penting yang diperoleh dari pembacaan data hasil penelitian sebagai berikut, dalam kegiatan yang berkaitan dengan implementasi pembangunan pedesaan, anggota kelompok elit pamong desa lebih aktif dibandingkan dengan pemuka agama. Derajat integrasi elit pada jaringan interaksinya cukup bervariasi. Dalam aktifitas yang berkaitan implementasi proyek pembangunan proyek desa kelompok elit pemuka agama bukan hanya kurang menjalin interaksi dibandingkan dengan kelompok elit desa dan petani kaya, tetapi ternyata mereka juga kurang  banyak menjalin hubungan-hubungan tidak langsung dengan kawan-kawan interaksinya. Data yang diperoleh juga menunjukkan bahwa jumlah anggota kelompok elit pamong desa dan petani kaya lebih banyak dibandingkan dengan anggota kelompok elit pemuka agama. Hal itu disebabkan karena dalm proyek Supra-Insus didominasi pemerintah pusat antara lain terefleksi pada tiga kebijakan tersebut.
Sudah tiba saatnya, diupayakan untuk mengupayakn mekanisme bagaimana agar semua elit desa mau bahu-membahu dalam menjalin hubungan yang lebih intim dalam kegiatan pemabangunan. Interaksi antar mereka perlu diubah dari yang biasanya hanya dilakukan untuk menjawab kepentingan masing-masing ke arah hubungan yang koordinatif yang lebih dilandasi keinginan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarkat. Di sinilah tendensi seperti dominasi kelompok elit pamong desa pada lembaga-lembaga (LMD dan LKMD) perlu dipertanyakan lagi. Mungkin juga perlu ditinjau kembali strategi “massa mengambang” dalam perjalanannya telah memutus keterlibatan kelompok elit pemuka agama dan kancah politik di sejumlah desa santri, padahal keterlibatannya sangat dibutuhkan, terutama dalam upaya memacu kemandirian masyarakat desa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar