STRUKTUR INTERAKSI
KELOMPOK ELIT DALAM PEMBANGUNAN
Penelitian di Tiga
Desa Santri
Oleh : Sunyoto Usman
Kelompok elit
sangat strategis untuk menjadi agen perubahan terutama dalam menjembatanai
kemauan pemerintah dan kepentingan masyarakat. Sosiologi mendifinisakan elit
sebagai anggota suatu kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong disegani,
dihormati, kaya serta berkuasa. Penelitian ini difokuskan pada struktur interaksi
kelompok elit di kalangan masyarakat desa santri yang anggotanya kuat
menjalankan syariat Islam yaitu tiga desa santri dalam wilayah Kabupaten
Jimbang, Jawa Timur. Analisa dari penelitian tersebut dibatasi tiga macam
proyek pembangunan : Supra Insus Padi, Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan
bantuan desa. Dengan pendekatan tiga macam pendekatan penelitian ini menemukan
79 elit desa, yang dalam analisa dipilah menjadi tiga kategori 37 pamong desa,
18 pemuka agama, dan 24 petani kaya.
Sejumlah
informasi penting yang diperoleh dari pembacaan data hasil penelitian sebagai
berikut, dalam kegiatan yang berkaitan dengan implementasi pembangunan
pedesaan, anggota kelompok elit pamong desa lebih aktif dibandingkan dengan
pemuka agama. Derajat integrasi elit pada jaringan interaksinya cukup
bervariasi. Dalam aktifitas yang berkaitan implementasi proyek pembangunan
proyek desa kelompok elit pemuka agama bukan hanya kurang menjalin interaksi
dibandingkan dengan kelompok elit desa dan petani kaya, tetapi ternyata mereka
juga kurang banyak menjalin
hubungan-hubungan tidak langsung dengan kawan-kawan interaksinya. Data yang
diperoleh juga menunjukkan bahwa jumlah anggota kelompok elit pamong desa dan
petani kaya lebih banyak dibandingkan dengan anggota kelompok elit pemuka agama.
Hal itu disebabkan karena dalm proyek Supra-Insus didominasi pemerintah pusat
antara lain terefleksi pada tiga kebijakan tersebut.
Sudah tiba saatnya,
diupayakan untuk mengupayakn mekanisme bagaimana agar semua elit desa mau bahu-membahu
dalam menjalin hubungan yang lebih intim dalam kegiatan pemabangunan. Interaksi
antar mereka perlu diubah dari yang biasanya hanya dilakukan untuk menjawab
kepentingan masing-masing ke arah hubungan yang koordinatif yang lebih
dilandasi keinginan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarkat. Di sinilah
tendensi seperti dominasi kelompok elit pamong desa pada lembaga-lembaga (LMD
dan LKMD) perlu dipertanyakan lagi. Mungkin juga perlu ditinjau kembali strategi
“massa mengambang” dalam perjalanannya telah memutus keterlibatan kelompok elit
pemuka agama dan kancah politik di sejumlah desa santri, padahal
keterlibatannya sangat dibutuhkan, terutama dalam upaya memacu kemandirian
masyarakat desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar